
Kata Pengantar
Alhamdulillah,
Puji Syukur selalu penyusun panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat,
hidayat, serta inayahnya sehingga penulis dapat menyusun RESENSI tepat pada
waktunya. Resensi ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah “Pendidikan Agama Islam”di Universitas Pancasila.
Resensi ini merupakan perbandingan antara 2 (Dua)
judul buku antara lain, “Kiai Penghulu Jawa”oleh Drs. Ibnu Qoyim Ismail, M.S, dengan “Haji”oleh Ali Shariati..
Penyusunan
resensi ini bertujuan untuk memahami isi buku dan mengetahui kelebihan maupun kekurangan masing
– masing buku.
Resensi ini penyusun
persembahkan untuk Bpk. Drs. H. Ibnu Qoyim Ismail selaku Dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam di Universitas Pancasila, kepada mahasiswa Universitas Pancasila dan
kepada para pembaca.
Semoga adanya
resensi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Penyusun
menyadari bahwa penyusunan ini masih jauh dari kesempurnaan maka untuk itu
penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
Penyusun,
DAFTAR ISI
I.
Kata Pengantar......................................................................i
II.
Daftar Isi..............................................................................ii
III.
Buku I : Kiai
Penghulu Jawa...................................................1
1.1
Perihal
...........................................................................1
1.2
Isi...................................................................................2
1.3
Kesimpulan .....................................................................6
1.4
Kelebihan dan
Kekurangan ...............................................6
IV.
Buku II : Haji ......................................................................8
2.1
Perihal ............................................................................8
2.2
Isi....................................................................................9
2.3
Kesimpulan ....................................................................14
2.4
Kelebihan dan Kekurangan ...............................................15
V.
Penutup................................................................................16
BUKU I
Judul :
Kiai Penghulu Jawa
Pengarang :
Drs. H. Ibnu Qoyim Ismail, M.S
Penerbit :
Gema Insani Press
Tahun terbit : Cetakan
I tahun 1997
Kota terbit :
Jakarta
Jumlah halaman
:
146 halaman
|
1.1 Perihal
Drs. Ibnu Qoyim Ismail, M.S ialah pengarang dari buku “Kiai Penghulu Jawa”
yang mengungkapkan tentang perkembangan politik sosial islam di Indonesia pada zaman kolonial Belanda. Selain itu, beliau juga mengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Pancasila Jakarta.
yang mengungkapkan tentang perkembangan politik sosial islam di Indonesia pada zaman kolonial Belanda. Selain itu, beliau juga mengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Pancasila Jakarta.
Dalam buku ini, Beliau menjelaskan peranan Kiai Penghulu pada zaman
kolonial dari awal mula berkembangnya agama islam yang dimulai oleh para kaum
sufi, walisongo, dan para ulama serta kepala pemerintahan setempat. Dengan
menggunakan metode toleran yang sangat tinggi sehingga masyarakat sangat
antusias dan menyambut kedatangan agama
islam dengan penuh keikhlasan.
Selanjutnya diterangkan tentang peranan ulama’, penghulu dan kapengulon
beserta kelembagaannya dalam menjalankan tugas di dalam menyebarkan agama
islam. Ternyata perjalanan tersebut tidak mudah semenjak perubahan – perubahan sistem politik yang
dipengaruhi oleh bangsa barat (Eropa).
1.2
Isi
Penghulu merupakan salah satu sarekat / ulama pejabat negara. Sebelum
Pemerintahan Belanda menjajah Indonesia para penghulu bersama lembaganya
tersebut lama telah memiliki peranan
yang sangat penting dalam sistem politik masa lalu terutama di pulau jawa yang
dipelopori oleh para kaum sufi dari arab dan wali songo. Di dalam buku ini
menerangkan bahwa Kiai penghulu dan lembaganya mempunyai 3 (tiga) persoalan menarik
yaitu:
o
Pertama
bahwa ulama penghulu dan lembaganya sudah berdiri sebelum
pihak pemerintah kolonial belanda mengambil alih kekuasaan politik di jawa
o
Kedua
Setelah kekuasaan
politik raja – raja Islam di Jawa tergeser dan diambil alih oleh pihak kolonial
belanda, namun ulama penghulu tetap berdiri dan kegiatannya tetap berjalan
sebagaimana biasanya dan belum menjadi bagian dari sistem kolonial belanda.
Hingga timbulah kekhawatiran oleh pihak Belanda dalam menghadapi munculnya
pemberontakan rakyat dibawah pimpinan para ulama, yang merupakan ancaman
potensial terhadap kekuasaan belanda di Indonesia. Oleh karena itu pihak Belanda telah menerbitkan Staatsblaad dalam surat keputusan Raja Belanda No. 12
tahun 1882 yang berkaitan tentang penarikan ulama yaitu, kiai penghlu kedalam
bagian birokrasi pemerintah kolonial Belanda.
o
Ketiga
Setelah lahirnya Surat keputusan Raja Belanda tersebut
pada dasarnya mendorong upaya pembaruan ulama dan lembaganya.
Seperti yang dijelaskan pada poin pertama sejalan dengan usaha yang
dilakukan oleh para pewaris tahta kerajaan dalam membangun struktur sosial
masyarakat dapat berkembang dengan baik, bahkan hampir sebagian besar pulau
Jawa telah memeluk agama Islam. Hingga munculah pengaruh pemerintahan dari
barat dalam pergaulan masyarakat yang kemudian mulai merubah struktur
masyarakat. Salah satunya adalah memberi pengertian serta pandangan yang
merusak sistem politik islam pada masyarakat yaitu “apabila seseorang memeluk
Agama Islam maka hukum yang berlaku baginya dalam menyelesaikan perkaranya
ialah hukum islam. Pada awalnya hubungan
tersebut hanya sebatas kerjasama kepada para raja dan lingkungannya dalam hal perdagangan namun
pada tahap akhir pergaulan tersebut mulai merambah ke kalangan rakyat jelata. Dengan gencarnya pengaruh dari Barat yang
memerikan pemikiran semacam itu ternyata usaha tersebut mampu menyebabkan renggangnya antara hubungan
rakyat dengan para pemuka pribumi. Sampai sejauh ini peran para ulama menjadi
sangat terbatas kepada hal tertentu saja.
Kemudian dalam buku ini juga menerangkan tentang sejarah singkat atas
pergeseran politik pemerintahan Islam dan kekuasaan wilayah di Indonesia (Pulau
Jawa pada Khususnya). Menurut Burger
bangunan struktur sosial masyarakat Jawa
pada masa kekuasaan tradisional terdiri atas 4 (empat) tingkatan yaitu :
1.
Tingkat para raja
2.
Ingkat kepala propinsi
3.
Tingkat kepala desa
4.
Da tingkat yang terdiri atas penduduk
desa
Hingga masuknya pedagang – pedagang
yang berasal dari Eropa diantaranya adalah koloni – koloni Belanda dan Portugis
hingga pada akhirnya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) telah berhasil
menguasai sebagian tanah – tanah jawa. Hal ini sangat memicu semangat Belanda yang semakin gencar menyusupkan
pengaruh sistem Barat baik kalangan pusat maupun kalangan masyarakat luas.
Perubahan VOC ke pemerintahan Kerajaan Belanda dilakukan oleh Gubernur pertama
pemerintah Belanda di Jawa yaitu Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811),
yang kemudian dilanjutkan oleh Gubernur – gubernur yang lain seperti Letnan
Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811 -1816) pejabat yang berasal dari inggris. Dalam sejarah tersebut dijelaskan bahwa
kedudukan pemerintahan yang seperti ini hanyalah merugikan masyarakat Jawa,
karena pada dasarnya para kolonial tersebut hanya menjajah tanah Jawa untuk
mendapatkan kekayaan.
Berbagai upaya pun dilakukan untuk
menentang dan melawan kolonial Belanda yang melibatkan para kiai, haji dan guru
– guru mengaji.
Untuk lebih jelasnya lagi buku
ini juga memaparkan tentang perbedaan antara Ulama,
Penghulu dan Kapengulon antara lain:
Ø
Ulama
Ulama adalah salah satu unsur komponen
sosialnya dalam struktur sosial islam. Ulama
pada dasarnya merupakan suatu pengertian
dalam konsep sosial yang berkaitan dengan konsep keagamaan. Selain itu
keberadaan ulama pada saat itu ikut mendorong untuk mendapatkan otoritas
kharismatik sebagai elite religius, yang selanjutnya menjadi kekuatan yang
tidak terlihat tetapi dapat dirasakan melalui pengaruhnya yang besar.
Ø
Penghulu
Penghulu adalah kelompok ulama pejabat yang memiliki kedudukan peran sosial
keagamaan yang menonjol sebagai pelaksana bidang kehakiman yang menyangkut
hukum (syariat) Islam.
Susunan / tingkatan jabatan penghulu di Jawa dapat digambarkan sebagai berikut:
ü
Tingkat Pusat : Penghulu Ageng
ü
Tingkat Kabupaten : Penghulu Kepala /Hoofdpenghulu /Hooge Priester/
Penghulu
Landraad/ Khalifah
ü
Wakilnya : Ajung Penghulu / Ajung Khalifah
ü
Tingkat Kawedanaan : Penghulu/naib & Wakilnya Ajung
Peghulu
ü
Tingkat Kecamatan : Penghulu / Naib
ü
Tingkat Desa : Modin/ Kaum/Kayim/ Lebe/Amil.
Ø Kapengulon
(Lembaga Penghulu)
Suatu pranata sosial keagamaan yang di
dalamnya terhimpun kaum kiai Jawa yang secara formal bekerja dibidang
keagamaan, hukum, dan peradilan menurut ajaran Islam, dan bertanggung jawab
kepada negara. Dipandang dari segi kontinuitas kepengulon ini sangat menarik
mengandung banyak dimensi sejarah politik dan sejarah sosial keagamaan islam di
jawa. Dari perkembanagan waktu ke waktu kapengulon di jawa pun berada dibawah
pemerintahan gubernemen. Sesudah tahun 1882 Kapengulon sedikit demi sedikit mulai
memasuki era baru yaitu menggeluti sistim administrasi modern yang diterapkan
oleh Belanda. Pada tahun 1894 muncul peraturan baru yang berkenaan dengan
kepengulon yaitu menyangkut persyaratan calon penghulu yang mengajukan /
melamar kerja ke Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. Sampai tahun -
tahun terakhir kekuasaan pemerintahan Belanda di Jawa (Indonesia) perkembangan
kapengulon secara yuridiksi tidak lagi ditemui.
Didalam buku ini juga membahas tentang
akibat akibat dan pengaruh akan adanya kapengulon terhadap sosial politik
antara lai:
·
Kapenguon telah mendorong timbulnya
sikap dan gaya yang keeropaan
·
Diselenggaranya sekolah penghulu
·
Membangkitkan kesadaran para penghulu
untuk berorientasi kepada kemajuan
·
Diberlakukannya huku islam (hukum
Staatsblad) di tanah Jawa dan Madura
1.3
Kesimpulan

Sosok kiai Penghulu dan Kapengulon merupakan implementasi dari ajaran Islam yang
berkaian dengan konsep negara dan kekuasaan.

Terjadinya pergeseran kekuasaan dari rakyat Jawa ke tangan pemerintahan
Belanda

Kapengulon bukanlah lembaga yang baru (dibuat pemerintah Belanda). Namum
Lembaga tersebut barulah mendapat pengesahan resmi dari raja Willem II tahun
1882 sebagai pengua tertinggi di tanah Jawa dan Madura.

Kehadiran Penghulu sebagai formal leader dan informal leader di tengah masyarakat Jawa dan
Madura.

Pejabat Kapengulon berasal dari tiga
kelompok strata sosial yaitu priayi, kalangan keluarga wong cilik, kalangan
keluarga yang bisa dikatakan keluarga wong cilik maupun keluarga priayi.
1.4
Kelebihan dan kekurangan
v Kelebihan
·
Konsep buku dan judul buku yang menarik
·
Dibanding dengan buku – buku lain yang
saya baca buku “Kiai Pengulu Jawa” adalah bentuk buku yang paling sederhana dan
paling simple sehingga mudah dimengerti.
·
Informasi yang disampaikan cukup
lengkap dan logis
·
Di dalam penyusunan kata, fonem dan
intonasinya juga rapi
·
Data yang dipersembahkan cukup
memuaskan
·
Penyampaian kalimat demi kalimat yang
lebih mudah dipahami
v Kekurangan pada Buku “Kiai Penghulu
Jawa”
o
Pembuatan cover yang kurang relevan
o
Buku tidak dilengkapi dengan penggunaan
diksi
o
Tidak terdapat gambar tokoh – tokoh
penting yang terlibat dalam perkembangan tersebut
o
Tidak terdapat contoh skema ilustrasi
gambar peristiwa tertentu
BUKU II
|
Judul :
Haji
Pengarang : Dr. Ali Shariati
Penterjemah : Anas Mahyudin
Penerbit : Pustaka
Tahun terbit : - Cetakan I
1403 H – 1983 M
- Cetakan II 1416 H – 1995 M
- Cetakan III 1418 H – 1997 M
- Cetakan IV 1420 H – 2000 M
- Cetakan V 1422 H – 2002 M
- Cetakan VI 1426 H – 2005 M
- Cetakan VII 1427 H – 2006 M
- Cetakan VIII 1430 H – 2009 M
Kota terbit : Bandung
Jumlah halaman
:
190 halaman
|
2.1 Perihal
Dr. Ali Shariati dilahirkan pada 1933 di
Mazinan, Pinggiran kota Sabzevar, Iran. Dengan penuh semangat beliau
memperkenalkan Al-Qur’an dan sejarah tentang Islam kepada para pemuda. Beliau
sangat yakin dengan perubahan sosial yang berkembang akan menjadi motivasi bagi
pemuda dan golongan intelektual. Pembahasan dalam buku ini mengenai masalah –
masalah dan ajaran yang sangat berarti bagi ummat manusia dengan konsep –
konsep sejarah islam yang merupakan kesimpulan dari studi dan riset terhadap
evolusi historis setiap agama di masa lampau hingga sekarang.
2.2 Isi
Syari'ati dalam banyak hal ingin
menggugah kesadaran cendekiawan muslim yang hanyut dan asyik sendiri di menara gadingnya,
bermesraan dengan abstraksi-abstraksi ilmiah, berkhayal dengan wirid-wirid
penyucian, atau bercengkerama dengan puisi-puisi, ambiguitas, kontradiksi, dan
sindiran, sehingga tak banyak orang bisa memahami maksud dan tujuan yang
disampaikan.
“Siapa yang menyelamatkan hidup seorang
manusia, sesungguhnya ia telah menyelamatkan hidup semua manuasia. Dan Siapa
yanag membnuh seorang manusia sesungguhnya ia telah membunuh semua manusia”
begitulah yang dipaparkan oleh Ali Shariati Sungguh luar biasa, beliau juga mengatakan “Hidup kita ini
bagaikan sandiwara”. Begitu saja waktu terus berlalu, siang malam, kejadian –
kejadian suka duka datang dan berlalu. Begitu pula dengan Haji, Ibadah haji
mencerminkan kepulangnmu kepada Allah S.W.T yang tidak terbatas.
Haji merupakan rukun Islam yang ke 5
(lima ). Haji merupakan perjuangan / usaha oleh ummat islam untuk melawan
kekuatan jahat, yang biasa dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah di Makkah. Haji
ada 2 macam yang pertama adalah Haji besar yaitu Haji yang dilaksanakan pada
bulan Dzulhijjah dan yang kedua adalah Haji kecil (Umrah) yaitu Ibadah Haji
yang pelaksanaannya setiap saat dan kapan saja. Namun oleh Ali Syariati untuk pembahasan pada Buku
ini adalah Haji besar. Perjalanan tersebut dimulai dari “ Miqat” (pertama kali
Mengucapkan Talbiyah). Ketika berada di tanah Miqat maka
kenakanlah pakaian Ihram dan tinggalkanlah pakaianmu. Pakaian Ihram
adalah sehelai kain putih sederhana yang terbuat dari kain kafan (pembugkus
mayat). Kain tersebut terdiri dari dua helai kain, yang sehelai taruhlah di
atas bahumu dan yang sehelai lagi lilitkanlah kepinggangmu. Kemudian
kerjakanlah shalat dengan menggunakan pakaian Ihrammu itu, lalu katakanlah “ Ya
Allah, aku tidak lagi menyembah berhala – berhala dan aku tidak lagi menghamba
kepada Nimrod (putra Kan’an)” dan “(hanya) engkau yang kami sembah dan (hanya)
kepada engkau kami memohonkan pertolongan”. Ketika pada sholat di Miqat itu
pada setiap ruku’ panjatkanlah do’a untuk memohon ampunan terhadap dosa – dosa
yang telah engkau perbuat selama ini.
Sebelum engkau melakukan perjalanan
dalam ibadah Haji maka lakukanlah niat telebih dahulu, agar maksud dan tujuanmu
dapat menjadi berkah nantinya. Selanjutnya engkau akan menuju ka’bah yang
merupakan awal perjalanan. Ka’bah bukan tujuan melainkan penunjuk arah. Karena
perjalannmu untuk melaksanakan Ibadah Haji tidak cukup berhenti disini. Ali
Syariati juga menyatakan bahwa “Tempat suci yang pertama bagi manusia ada di
berkah (mekkah) itulah tempat yang berkah dan yang memberikan petunjuk kepada
manusia”. Disebelah barat ka’bah terdapat tembok yang disebut “Hajar Ismail”.
Diantara Hajar Ismail dan Ka’bah terdapat sebuah gang sempit. Allah telah
memerintahkan agar ketika melakukan thawaf kita mengelilingi Ka’bah dan Hajar
Ismail, karena apabila tidak terpenuhi maka Ibadah Haji yang telah kita lakukan
tidak di terima oleh Allah. Lalu engkau akan mengelilingi ka’bah (Thawaf)
bersama dengan jamaah yang lainnya dari seluruh penjuru dunia. Kuburan Hajar
Ismail pun dipenuhi manusia ketika
melakukan thawaf dalam penunaian ibadah Haji. Ketika melakukan thawaf engkau
tidak bisa berhenti di sisi ka’bah engkau harus bisa mengikuti alur jalan yang
teratur. Thawaf ini harus dimulai dari tempat dari Hajar Ul-Aswat. Setelah tujuh kali mengelilingi ka’bah, maka
selesailah thawaf. Thawaf merupakan pengorbanan untuk umat manusia yaitu sebuah
gerakan abadi diatas jalan manusia.
Setelah selesai thawaf maka di belakang
maqam Ibrahim kita harus melakukan shalat dua rakaat, maqam Ibrahim adalah
sebuah batu dimana terdapat jejak kakinya nabi ibrahim. Di atas batu inilah ia
berdiri ketika membangun ka’bah. Setelah selesai shalat dibelakang maqam
ibrahim, maka kita menuju ke masa, yaitu jalan diantara bukit shafa dan bukit
marwa. Di jalan itulah kita berlari-lari menuju bukit shafa dan bukit marwa
yang disebut dengan sa’y. Dalam sa’y ini merupakan gerakan menirukan hajar yang
berlari-lari serta tergesa-gesa mencari air dari satu bukit yang tandus ke
bukit tandus lainnya untuk putranya yaitu ismail. Sa’y benar-benar bersifat
materil, kebutuhan materil, tujuan materil, dan aksi materil.
Ekonomi: Alam dan kerja.
Kebutuhan: Materil dan manusia.
Haji merupakan perpaduan antara Thawaf
dan Sa’y, sedangkan Antara Thawaf dan Sa’y terdapat sedikit perbedaan yaitu :
o Thawaf : Cinta yang mutlak.
o Sa’y :Akal yang mutlak.
o Thawaf :Semuanya adalah “Dia”.
o Sa’y :Semuanya adalah “engkau”
o Thawaf :Hanya kehendak Allah.
o Sa’y :Hanya kehendakmu.
o Thawaf : Bagaikan kupu-kupu yang berputar-putar
menghampiri nyala
lilin sehingga tubuhnya terbakar dan hangus
sedang abunya
diterbangkan
angin hilang didalam cinta dan mati di dalam
cahaya.
o Sa’y :Bagaikan
elang yang melayang-layang diatas bukit kelam
dengan menggepak-gepakkan sayapnya yang kuat untuk
mencari makan dan menyambar mangsanya yang berada diantara batu-batuan. Ia
menaklukan langit dan bumi. Angin yang bertiup menerpa sayapnya sehingga ia
dapat dengan leluasa terbang di angkasa. Ambisinya adalah menaklukan langit. Di
bawah rentangan sayapnya bumi terlihat sedemikian hinanya. Bumi takluk kepada
tatapan matanya yang tajam serta awas.
o Thawaf : Manusia yang mencintai kebenaran.
o Sa’y : Manusia yang berdiri sendiri
berdasarkan hal-hal yang nyata.
o Thawaf : Manusia yang dimuliakan.
o Sa’y : Manusia yang perkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar